Kuliner tradisional Yogyakarta menjadi salah satu yang dicari oleh para wisatawan karena terkenal dengan cita rasanya yang lezat. Namun, gak semuanya mampu bertahan dan eksis sampai sekarang.
Alhasil, makanan tradisional tersebut pun semakin sukar ditemukan, padahal dulu punya banyak penggemar. Makanya, ketika kamu menemukannya, jangan lewatkan untuk mencicipi kuliner tradisional yang tergolong langka seperti dalam daftar berikut ini.
1. Endhog gludug
Endhog dalam bahasa Jawa memiliki arti telur, dan gludhug berarti petir. Tapi sebenarnya kuliner ini juga memiliki nama lain, yaitu pia telur gajah dan telur penyu. Ini disebabkan karena bahan yang diperlukan untuk membuat adonan kuliner khas Yogyakarta ini sama seperti bahan untuk membuat adonan pia, tetapi memiliki tampilan seperti telur.
Endhog gludug memiliki kulit yang manis, dengan tekstur halus, dan keras dengan isian berupa gula jawa yang sangat manis.
Dulunya camilan ini sangat mudah ditemukan dengan harga yang sangat bersahabat, bahkan untuk ukuran anak-anak. Tapi saat ini kamu hanya bisa menemukan endhog gludug di tempat-tempat tertentu saja, seperti di pedagang camilan atau toko oleh-oleh.
2. Bolu emprit
Kue tradisional yang memiliki bahan dasar parutan kelapa dan tepung kanji ini diberi nama bolumprit atau bolu emprit lantaran bentuknya yang kecil seperti burung gereja atau yang dalam bahasa Jawa disebut emprit. Ciri khas dari kue ini adalah teksturnya yang kasar dan keras serta rasanya yang sangat manis dan langsung lumer ketika memasuki rongga mulut.
Dulunya kue ini sangat mudah ditemukan di Yogyakarta, baik di toko oleh-oleh, swalayan, hingga warung-warung kecil dan menjadi cemilan favorit mulai dari anak-anak hingga orang tua. Akan tetapi saat ini bolu emprit sudah agak sulit ditemukan di warung ataupun swalayan, tetapi kamu mungkin masih bisa menemukan jajanan tradisional ini di toko oleh-oleh.
Selain itu, jika kamu tidak bisa menemukan penjual bolu emprit, kamu bisa membuatnya sendiri karena bahan-bahan yang dibutuhkan semuanya sangat mudah ditemukan, yaitu tepung kanji, kelapa parut, gula pasir, garam, dan bubuk jahe.
3. Untir-untir
Kue ini diberi nama untir-untir lantaran proses pembuatannya dengan cara diuntir-untir atau dalam bahasa Indonesia artinya pilin. Di luar daerah Jawa, kue ini kerap disebut kue tambang lantaran tampilannya yang menyerupai tali tambang.
Untir-untir memiliki cita rasa manis dengan tekstur yang agak keras. Dulunya kue ini kerap dijadikan cemilan di sore hari bersama dengan teh atau kopi. Tapi saat ini untir-untir mulai sulit ditemukan.
Jangan khawatir, kamu tetap bisa membuat untir-untir sendiri karena bahan-bahan yang diperlukan mudah ditemukan serta cara pembuatannya yang sederhana.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Warung Mie Ayam Porsi Jumbo di Jogja, Dijamin Kenyang!
4. Mie lethek
Lethek dalam bahasa Indonesia berarti kusam atau kotor. Kuliner ini dinamai mie lethek lantaran setelah diolah, mie yang menjadi bahan baku dalam kuliner tradisional Bantul ini memiliki warna cokelat yang kusam. Tapi jangan khawatir, kendati warnanya lethek, tapi mie lethek memiliki cita rasa yang menggoda.
Mielethek terbuat dari mie, yang kemudian dimasak, baik dijadikan mie goreng maupun rebus dengan cara dimasak di atas anglo dengan bahan bakar arang dan diberi aneka macam bumbu dapur yang menambah cita rasa mielethek.
Sayangnya, walaupun mie lethek memiliki cita rasa yang lezat dan bahkan disukai wisatawan lokal maupun mancanegara, sajian mie lethek cukup sulit ditemukan. Bahkan wisatawan perlu langsung menuju ke kabupaten Bantul untuk mencari pedagang mie lethek.
5. Jadah
Konon, jadah merupakan salah satu kuliner khas Yogyakarta favorit Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Jadah terbuat dari beras ketan yang dimasak bersama kelapa parut dan garam. Jadah bisa dimakan langsung, tetapi di sebagian wilayah Yogyakarta, pedagang jadah menyajikan jajanan ini dengan cara yang cukup unik yaitu disajikan bersama dengan 2 tempe bacem dengan cara ditumpuk layaknya sandwich.
Saat ini tidak banyak pedagang yang menjual jadah, tapi kamu masih bisa menemukan di Yogyakarta bagian utara, khususnya daerah Kaliurang.
6. Kipo
Kipo merupakan camilan berbentuk kecil lonjong berwarna hijau serta isian berupa parutan kelapa yang manis. Aroma wangi dari daun pandan juga semakin menambah daya tarik kipo.
Nama kipo memiliki arti yang unik. Kipo merupakan akronim dari kalimat 'iki opo' yang dalam bahasa Indonesia artinya 'ini apa'. Konon pemilihan nama kipo ini lantaran dulunya ketika melihat kue imut berwarna hijau ini orang-orang akan bertanya 'iki opo' sehingga diputuskanlah kue ini diberi nama kipo sebagai akronim dari 'iki opo'.
Sayangnya, kendati manis dan lezat , kue ini agak sulit ditemukan. Hanya di beberapa daerah saja kamu bisa menemukan kue kipo ini misalnya di Kota Gede atau ketika sedang ada pasar dadakan di bulan Ramadan.
Demikian tadi beberapa kuliner tradisional Yogyakarta yang sudah mulai langka. Kalau suatu saat kamu menemukan kuliner di atas, jangan lewatkan kesempatan untuk mencicipinya ya.
Baca Juga: Menikmati Kopi Luwak ala Kafe di Gunung dengan Drip Bag
Artikel ini pertama kali ditulis oleh Eka ami di IDN Times Community dengan judul Dulu Jadi Favorit, 6 Kuliner Tradisional Yogyakarta Ini Sudah Langka
"tradisional" - Google Berita
February 24, 2020 at 11:00AM
https://ift.tt/38WAsvQ
6 Kuliner Tradisional Yogyakarta Ini Kini Semakin Langka, Pernah Coba? - IDN Times Jogja
"tradisional" - Google Berita
https://ift.tt/36vD17m
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "6 Kuliner Tradisional Yogyakarta Ini Kini Semakin Langka, Pernah Coba? - IDN Times Jogja"
Post a Comment