Search

Dewan: Masih Ada Pasar Tradisional yang Belum Masuk Perda - Jawa Pos

SURABAYA - Komisi C DPRD Kota Surabaya mempermasalahkan adanya pasar tradisional yang belum memiliki peraturan daerah. Pasalnya tidak adanya peraturan tersebut terkait tidak adanya biaya sewa atau retribusi untuk pedagang.

Menurut Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Aning Rahmawati, pihaknya sudah menemukan salah satunya, yakni di Pasar Penjaringan yang semua stannya tidak ditarik retribusi. Padahal pasar tersebut sudah beroperasi lebih dari setahun. “Ada 10 stan yang beroperasi. Saat pedagang saya tanya ditarik retribusi atau tidak, jawabannya tidak,” katanya.

Aning mengungkapkan, selain tidak ditarik biaya, banyak juga stan di pasar yang masih kosong sehingga di tempat tersebut juga sepi pembeli yang dimungkinkan adanya kesalahan awal pada saat pembangunan pasar tersebut. Termasuk juga komunikasi antara pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan warga setempat maupun pedangan.

“Setelah saya telusuri memang tidak ada yang mau (berjualan di pasar, Red). Adapun yang mau karena terpaksa dan (sekarang) rugi. Padahal pembuatan pasar tradisional itu harus mempertimbangkan pertama, usulan warga. Kedua partisipasi warga, ketiga koordinasi, camat, warga, pengusul, Bappeko. Lalu baru melakukan kajian Solsek. Berarti kajian Solseknya kan tidak benar. Kalau warga tidak mau (menempati pasar, Red),” paparnya.

Selain itu, Aning juga menjelaskan tidak adanya hubungan hukum dengan pemkot atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena selama berdirinya pasar tersebut gratis, dan pasar tersebut merupakan barang milik daerah. Kalau barang milik daerah hubungan hukumnya kalau tidak sewa berarti retribusi.

Sedangkan aturannya antara masuk PD Pasar Surya (PDPS) dan Dinas Koperasi dan UMKM (Dinkop UMKM) itu yang membuat berbeda. “Saya belum melihat perda yang mengatur pasar yang dibawah Dinkop. Di PDPS ada 81 pasar di Dinkop 11 pasar,” terangnya..

Sementara itu Sekretaris Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surabaya Dwija Wardhana mengatakan, BPK bukan mempermasalahkan tidak adanya penarikan sewa atau retribusi di 11 pasar tradisional. Namun BPK menempatkan temuan lahan pemkot yang digunakan oleh LPMK untuk membuka lapak.

“LPMK bangun pasar, kemudian dikelola di lahan aset milik pemkot. Nah temuan BPK itu terkait dengan aset pemkot dipakai oleh orang atau pihak lain tanpa ada hubungan hukumnya. Itu yang jadi temuan BPK. Nah rekom BPK harus dibuat hubungan hukum,” terangnya.

Dwija menjelaskan, terkait 11 pasar tradisional yang dikelola memang tidak ada retribusi. Sebab hal tersebut memang tidak memiliki perda yang mengaturnya. Sebab tujuan awalnya pendirian pasar ini untuk pemberdayaan pelaku usaha mikro.

Ia mengatakan, dulunya ingin dikelola oleh PDPS, namun apabila dikelola PDPS akan terkena retribusi. Sebab PDPS memiliki perda untuk menarik retribusi. “Memang ada 11 pasar tapi baru 9 yang beroperasi. Kalau kita narik (retribusi pasar tradisional, Red) malah salah. Kan tidak ada peraturan daerahnya,” pungkasnya. (rmt/nur)

Let's block ads! (Why?)



"tradisional" - Google Berita
March 19, 2020 at 01:16AM
https://ift.tt/3b73Znh

Dewan: Masih Ada Pasar Tradisional yang Belum Masuk Perda - Jawa Pos
"tradisional" - Google Berita
https://ift.tt/36vD17m
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Dewan: Masih Ada Pasar Tradisional yang Belum Masuk Perda - Jawa Pos"

Post a Comment

Powered by Blogger.